Karena di pesta demokrasi tahun ini, menurut saya
super sensitif. Walaupun sudah selesai dan ada momen Ramadan, tetap saja, salah
ngomong dikit, hubungan bisa jadi runyam. Apalagi banyak betebaran berita yang
belum tau kebenerannya.
Entah itu hoax (berita bohong) atau berita benar, banyak aje yang share. Seakan
semua berita benar. Mungkin niat mereka baik, ingin memberi tau
orang lain sebuah informasi. Tapi tanpa dicek lebih detail terlebih dahulu,
langsung main broadcast aje. Atau memang sudah terlalu
fanatik, jadi bawaannya benci saja kalau ada yang terlihat salah.
Makanya butuh banget kesadaran kita -sebagai
masyarakat yang seharusnya bisa menggunakan teknologi dan media sosial dengan
baik- untuk mengecek kebenaran berita terlebih dahulu.
Sebab, fenomena hoax yang sering terjadi, seiring
perkembangan teknologi dan media sosial bisa kita tangkal atau hentikan dengan
banyak cara, salah satunya adalah mencari tau kebenarannya terlebih dahulu dan
menahan untuk tidak membagi ke orang lain sampai kebenarannya terbukti.
No more hoax anymore, baby. Ini waktunya jadi pengguna
internet yang baik.
Sudah banyak dampak negatif dengan bertebarnya hoax
yang ada di masyarakat. Mulai dari yang ringan, seperti kesal sesaat, adu
argumen yang berlebihan, jadi parno, war hastag (coba deh
cek trending topic twitter, terkadang saling sindir), saling
memutuskan silahturahmi, bahkan yang baru-baru ini terjadi, yaitu pembatasan
akses internet oleh pemerintah. Hayo, jadi banyak ruginya kan? Jangan lagi ya.
Sebenernya dari dulu sudah ada hoax, dari saya
kecil malahan. Katanya kalau pake pensil kependekan di bawah kelingking bisa
terjadi hal buruk atau ada manusia berkepala ikan pari, dll. Dan jangan
salah loh, dulu juga penyebarannya banyak. Sampai ada cd-nya.
Nah, kebetulan saja sekarang ada internet, sosial
media serta teknologi lainnya, yang bisa mempercepat suatu berita, baik berita
benar maupun bohong.
Makanya itu, biasanya tiap saya dapat berita atau
desas desus sebuah kabar, saya akan diam, menahan dan menenangkan
diri terlebih dahulu. Lalu, saya cari tau di banyak sumber
terpercaya untuk mengetahui kebenarannya. Kalau bisa saya tanya
langsung.
Misalnya nih, ada kan tuh link-link kupon gratis
atau lowongan yang di broadcast teman. Sesudah mendapat berita
tersebut, jika saya tertarik dengan beritanya, saya langsung cek di website
yang bersangkutan atau tanya ke media sosial perusahaan tersebut. Dan
biasanya, para perusahaan tersebut akan segera memberi tahu kebenarannya.
Lalu, jika berita tersebut hoax, saya akan
segera memberi tau kebenaran berita tersebut ke teman
yang menyebarkan hoax tersebut. Atau jika berita itu ternyata benar, saya akan
bela, jika berita itu dibilang hoax. Kan saya sudah tanya langsung, jadi bisa
dibilang sudah valid lah gitu.
Namun, jika kabar yang saya terima belum
bisa dicek kebenarannya, biasanya saya diam. Tidak ikut
menyebarkan berita tersebut. Karena saya takut itu berita yang belum tentu
benar ataupun salah. Jadi, daripada saya menyebarkan hoax, tidak jadi pengguna
internet yang baik, ya saya diam.
***
Kurang lebih itu sih sikap saya terhadap hoax.
Biar no more hoax. Begitu pula nanggepin berita hoax tentang
diri saya. Biasanya saya diam dan berdialog ke diri saya sendiri, apa saya
begitu, kenapa bisa ada berita tersebut dari saya, kan mungkin ke-trigger dari
saya sendiri, dan apa tindakan saya selanjutnya. Eh apa ini? Curhat?
Haha.
Saya sudahi saja lah tulisan ini, sebelum saya
jadi curcol lebih panjang. Haha. Pokonye,
dibanding menyebarkan hoax, mending internetnya buat cari ilmu baru gengs. Sosmed-nya
dipakai untuk cari duit dan teman. Oke oke?
Tonton video ini dulu lah, biar makin paham. Anak
kecil saja tau, masa kalian masih saja menyebarkan atau bahkan
membuat hoax. Malu ah.
Salam,
Hani, pengguna internet yang baik.
Yang mengherankan adalah yang sebar-sebar dan heboh sama hoax ini adalah kalangan usia menengah ke atas, alias bukan ukuran bocah lagi. Kadang abang ini terheran tak mengerti.
BalasHapus-Fajarwalker.com
Keterbelahan sikap, dukungan, dan pemikiran, juga menjadi sebab mudahnya menyebarkan hoax. Jadi kalau kabar yang diterima dari kelompok sendiri, biasanya begitu mudah menyebarkan ulang tanpa adanya cross check.
BalasHapus