Sumber: Instagram semilir_ecoprint |
Sekelompok ibu-ibu Desa Papahan yang terletak di Kaur Bengkulu sedang melakukan pemipihan untuk dijadikan berbagai jenis aksesoris dan kerajinan seperti selendang, dompet, tas. Pemipihan kulit kayu ini masih dilakukan secara tradisional, yakni dipukul- pukul menggunakan alat "perikai" dengan alas balok kayu gadis. Proses ini dilakukan hingga lebar kulit kayu lantung menjadi 1 meter dan biasanya warna kulit kayu berubah menjadi kecoklatan, disebabkan warna dari getah pohon terap sudah mengering.
Bahan utama lantung adalah pohon terap (artocarpus elasticus) yang tumbuh subur di hutan Sumatera. Kulit pohon diambil lapisan keduanya, lalu dikuliti dengan hati-hati agar tidak rusak. Selanjutnya siap untuk proses pemipihan.
Baca juga: Ecommerce untuk UMKM
Lantung Bengkulu
Berawal dari bunyi "tung-tung" saat pemipihan, jadi disebutlah kulit kayu dari hutan ini kulit kayu "lantung". Yang kemudian dijadikan inovasi produk ecoprint Semilir, brand eco fashion gagasan Alfira Oktaviani.
Tak puas jika Lantung Bengkulu hanya diukir sebagai warisan sejarah tak benda Indonesia, Alfira Oktaviani melestarikan identitas jati diri bangsa ini pada produk eco fashionnya. Dengan tujuan ingin mengenalkan budaya fashion berkelanjutan yang ramah lingkungan di Indonesia. Sekaligus, menjawab tantangan bapaknya yang asli Bengkulu untuk membuat ecoprint dari kain lantung.
Alfira Oktaviani
Sumber: https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/pelestari-kain-lantung-bengkulu/ |
Setelah menikah, Fira, panggilan akrab Alfira Oktaviani, lulusan sarjana apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta ini menjadi mompreneur muda. Cintanya terhadap fashion dan seni membuatnya tertarik mempelajari seni ecoprint yang baru masuk Indonesia di kisaran tahun 2016. Dengan modal 500 ribu rupiah dan pengetahuan yang didapat pada mata kuliah manajemen bisnis, teknik kimia, serta morfologi tumbuhan, Alfira Oktaviani sejak tahun 2018, memulai dan mengembangkan Semilir Ecoprint di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Semilir Ecoprint
Semilir berasal dari bahasa Jawa 'silir' yang berarti angin yang menyejukkan. Dan, dalam proses pembuatan produk Semilir memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberdayakan masyarakat.
Pada awalnya Semilir memproduksi tas wanita. Namun, seiring berkembangnya permintaan pasar, juga memproduksi baju atau kain dengan ecoprint, hingga homedecor bertema ecoprint. Dengan target pasar wanita perkotaan yang memiliki green natural lifestyle dan mencintai produk handmade serta lokal, usia di atas 25 tahun dengan kelas ekonomi A.
Sumber: Instagram sriningati_ |
Sumber: Instagram lacisemilir |
Selain menggunakan lantung, kain yang digunakan adalah kain berbahan katun, linen, sutra atau kain-kain berbasis alam yang mudah menyerap pewarnaan alam. Sedangkan, untuk motif dan warna bisa menggunakan tanaman yang ditanam di pekarangan rumah atau mencari di daerah lain.
Jika dilihat dari sosial medianya, kita bisa tahu bahwa motif-motif yang digunakan bisa menggunakan daun atau bunga yang gugur, seperti eucalyptus tua, bunga waru, bunga kenikir, bunga batavia, bunga air mata pengantin, dan lainnya. Bisa dibilang, produk Semilir menggunakan bahan-bahan dari alam dan senatural mungkin, tetapi hasilnya unik nan ciamik.
Untuk proses ecoprint sendiri, diawali dengan penataan daun atau bunga pada kain, lalu dilapisi lagi sebelum digulung dan diikat, kemudian dikukus selama kurang lebih 2 jam. Setelah itu, diambil daun dan bunganya, dijemur, dan kain yang sudah bermotif atau berwarna alami tersebut diproses menjadi produk fashion yang diinginkan. Lalu, ada pengujian supaya produk Semilir oke dan warnanya tahan lama, sesuai hasil ecoprint Semilir yang memiliki motif tegas dan warna yang khas, earthy-pastel.
Proses pembuatan ecoprint Semilir bisa ditonton di channel youtubenya Semilir:
Untuk penjualannya, selain online, Semilir juga membuka booth di aneka bazzar, dan bekerjasama beberapa pihak, jika saya lihat. Serta, menyelenggarakan fashion show dan workshop.
Salah satu workshop yang pernah dilaksanakan Semilir adalah membina para pemuda Karang Taruna di Desa Banaran, Kabupaten Gunung Kidul. Bekerjasama dengan Hutan Pendidikan Wanagama Universitas Gadjah Mada (UGM), Semilir mengajarkan para pemuda di desa lokasi hutan tersebut untuk membuat ecoprint yang kemudian menjadi tempat produksi oleh-oleh khas Fakultas Kehutanan UGM.
Alfira Oktaviani sendiri tidak masalah mengajarkan ilmunya dan membiarkan masyarakat praktik langsung tentang ecoprint dalam workshop. Karena ini merupakan salah satu upaya Semilir membantu perekonomian warga, terutama di desanya. Dari awalnya hanya melatih para pemuda, kini para ibu-ibu tertarik ikut serta. Produk yang dibuat bisa berupa produk seminar kit dan corporate souvenir, seperti tas laptop, cover buku dan ID card.
Kemudian, untuk harganya menurut saya sesuai dengan target pasar dan hasilnya. Omzetnya sebelum pandemi sekitar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta per bulan. Usaha yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga menggiurkan penghasilannya.
Baca juga: Mari jaga hutan
Tantangan dan Solusi Keberlangsungan Kain Lantung
Melalui produknya, Alfira Oktaviani mengeksplorasi kekayaan flora Indonesia sebagai wujud pelestarian budaya dan alam. Akan tetapi, ternyata bahan baku kain lantung mengharuskan menebang pohon terap atau pohon jenis sukun-sukunan ini. Meski tidak besar-besaran, karena kulit lantung belum populer. Tapi kerajinan menggunakan lantung sebenarnya bisa ditemukan di toko oleh-oleh khas Bengkulu, bisa berupa gantungan kunci, dompet atau produk-produk kecil lainnya. Karena memang para bapak-bapak di daerah tersebut yang mencari kulitnya dan para ibu-ibu yang memproses menjadi kain lantung. Salah satu penghasilan mereka berasal dari kulit lantung.
Tentu ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, Semilir ingin memperkenalkan dan melestarikan budaya, tapi di sisi lainnya, tidak sesuai dengan prinsip Semilir yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu, Alfira Oktaviani membatasi hanya menggunakan sekitar 100 lembar kain lantung dalam setahun. Semilir juga memaksimalkan penggunaan kain lantung hingga tidak bersisa. Kalaupun ada sisa, dijadikan pupuk. Begitu pula dengan dedaunan atau bunga yang digunakan dalam proses pembuatan motif kain.
Selain itu, Alfira Oktafiani bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu untuk memberikan sosialisasi mengenai keberlanjutan dan pelestarian alam, serta menyediakan lahan dan memasok bibit pohon terap secara gratis untuk para pengrajin di Desa Papahan.
Sejauh ini, sudah solusi terbaik yang bisa dilakukan oleh pihak Semilir supaya meminimalisir penebangan pohon, tapi tetap bisa mengenalkan kulit kayu lantung sebagai warisan budaya tak benda, yang memiliki value yang tinggi ke masyarakat. Harapannya, juga bisa sampai UNESCO. Supaya lebih membanggakan Indonesia.
Baca juga: Cara merawat tas kulit
Penutup
Senang sekali mengetahui ada produk fashion yang eco friendly, mengangkat budaya Indonesia, ditambah lagi memberdayagunakan masyarakat sekitar. Bahkan saat pandemi, Semilir tetap merangkak bangkit kembali.
Dengan value produk yang baik, harganya yang menarik, penempatan jualan yang sesuai, serta promosi yang diusahakan high impact, pantas saja menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2022. Karena inspiratif sekali. Semoga semakin banyak yang menerapkan eco bisnis yang bermanfaat untuk sesama dan lingkungan, baik kini maupun di masa depan.
Referensi:
- E-Booklet Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023
- Instagram @semilir_ecoprint , @sriningati_ , @lacisemilir
- https://rejogja.republika.co.id/berita/rnalq7291/semilir-promosikan-keberlanjutan-warisan-budaya-kain-lantung-dari-pelosok-hutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hehooo semuanya,
Terima kasih telah mampir di blog www.nisaahani.com. Semoga bermanfaat ya tulisannya. Di tunggu komentarnya. Dan sangat terima kasih kembali jika tidak meninggalkan link atau mengopi tulisan di blog ini tanpa izin. :)