nisaahani: blogger yang suka sharing review: Perempuan-Perempuan Inspiratif yang Mengurangi Pencemaran Lingkungan Akibat Pewarna Sintetis Pakaian

Sabtu, 08 Maret 2025

Perempuan-Perempuan Inspiratif yang Mengurangi Pencemaran Lingkungan Akibat Pewarna Sintetis Pakaian


Tanggal 8 Maret diperingati sebagai International Women's Day. Untuk tahun ini kalian ada gebrakan apa nih cewek-cewek? Kalau belum tahu mau ngelakuin apa, cobain deh Sustainable Fashion, seperti berikut:
  • Mix and match outfit yang sudah ada di lemari
  • Upcycled
  • Repurposed
  • Material alami dan etis
  • Recycled

Untuk mix and match bisa mengambil inspirasi dari internet atau media sosial. Namun, jika semua sudah dilakukan tapi masih ada keinginan punya outfit baru, saat ini ada program tukar barang atau bisa membeli outfit dengan material alami, seperti tenun dan eco fashion. Dengan harapan bisa mengurangi pencemaran lingkungan, terlebih akibat pewarna sintesis pakaian.

Online Gathering Eco Blogger Squad: “Fashion Reimagined: Upcycling Waste into Wearable Art”


Jumát tanggal 28 Februari 2025 kemarin, saya bersama teman-teman Eco Blogger Squad lainnya alhamdulillah mengikuti online gathering. Kali ini temanya “Fashion Reimagined: Upcycling Waste into Wearable Art”.


Ada dua materi dari narasumber perempuan keren yang menginspirasi:
  • Yang pertama, bersama Kak Margaretha Mala, selaku Ketua Komunitas Tenun Endo Segadok, kita diajak mengenal lebih dekat dengan Tenun Ikat Suku Dayak Iban.
  • Yang kedua, bersama kakak-kakak dari @cintabumiartisans , yaitu Kak Novieta Tourisia (founder) dibantu Kak Hanna, kita mengenal lebih dekat tentang Eco Print sekaligus praktik.

Tenun Ikat Suku Dayak Iban


Sumber foto: Materi Presentasi Kak Margaretha Mala


Indonesia terdiri dari banyak suku, salah satunya Suku Dayak dari Kalimantan Barat. Salah satu tradisi Suku Dayak Iban yang diwariskan adalah Nenun, yaitu membuat kain tenun dengan motif bermacam-macam yang berasal dari lembaran–lembaran benang yang telah diwarnai dengan pewarna alam. Jenis kain tenun yang sering dibuat oleh sebagain besar suku Dayak Iban adalah sidan, songket, pile, dan pilih.

Pewarna alamnya berasal dari tumbuh–tumbuhan yang tumbuh disekitar rumah betang (rumah panjang), kebun, dan hutan. Terdapat sekitar 29 jenis tumbuhan yang sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menghasilkan pewarna, diantaranya mengkudu, rengat akar, rengat padi, kepapak/laban, engkerbai, sibau, durian, tengkawang, buah pinang, kemunting, pepaya, dll.

Proses Mewarnai Benang untuk Menenun


Sumber foto: Materi Presentasi Kak Margaretha Mala

Ada beberapa tahapan dalam mewarnai benang sebelum Menenun, yaitu sebagai berikut:
1. Pemanenan Tanaman Pewarna Alam, seperti Pemanenan Rengat Padi, Pemanenan Mengkudu Akar, dan Pemanenan Engkerebai.

2. Proses Pembuatan Warna. Khusus untuk pembuatan warna biru menggunakan Rengat Padi dengan langkah-langkah berikut:
  • Merendam daun dan ranting tanaman Rengat padi selama 1x24 jam.
  • Setelah warna biru sudah mulai muncul, dilakukan penambahan kapur sirih/kapur gamping untuk merangsang agar warna birunya mau keluar dan pekat.
  • Proses pengeburan cairan warna biru agar lebih merata.
  • Endapan/pasta warna biru yang sudah dihasilkan siap digunakan untuk proses pewarnaan benang.
3. Baru deh dilakukan Proses Pewarnaan Benang dengan merendam benang dengan air deterjen, lalu merendam benang dengan cairan pewarna, dan mengeringkan benang dengan cara diangin-anginkan.

Dalam pewarnaan benang kecuali warna biru, ada Prosesi Nakar/Perminyakan, yaitu memberikan protein pada benang supaya warna lebih kuat dan tahan lama. Bahan-bahan yang digunakan adalah lemak labi–labi, lemak ular, lemak ikan, kemiri, buah kelapa busuk, buah kelampai, buah jelemuk, buah kedondong, buah kepayang, kayu pohon jangau, lemak ayam/manuk, biji–bijian, dan bunga–bungaan.

Sumber foto: Materi Presentasi Kak Margaretha Mala

Untuk prosesi Nakar/Perminyakan ternyata tidak boleh dilakukan sembarangan, karena harus memperhatikan beberapa hal berikut:
  • Nakar tidak boleh dilakukan saat ada orang meninggal karena dipercaya benangnya akan menjadi rapuh dan mudah putus
  • Yang mencampur ramuan harus orang tua yang sudah beruban (berumur lebih dari 60 tahun)
  • Wanita yang sedang menstruasi atau hamil tidak boleh melakukan upacara Nakar
  • Upacara Nakar tidak boleh dilakukan di dalam rumah
  • Benang yang sudah di-Nakar harus dimasukkan kedalam rumah betang dan dijaga sepanjang malam (tidak boleh dibiarkan tanpa ada yang jaga)

Melestarikan Tradisi Nenun


Sumber foto: Materi Presentasi Kak Margaretha Mala

Sayangnya, kebanyakan dari generasi sekarang, khususnya pemudi Dusun Sadap, tidak meneruskan salah satu tradisi tersebut. Syukurnya ada Kak Margaretha Mala yang terpanggil dan termotivasi untuk melestarikan tradisi Nenun ini.

Berikut hal-hal yang dilakukan Kak Margaretha Mala untuk melestarikan Nenun:
  • Belajar Nenun pada inai – inai
  • Mengikuti Workshop dan Mengali Tradisi Mewarnai dengan Bahan Alami Tenun Ikat Bangsa Iban
  • Mengikuti Pelatihan Peningkatan Kualitas Kain Tenun Ikat Bangsa Iban
  • Mengikuti Pelatihan Pewarnaan Benang dengan Bahan Pewarna Alam
  • Mengikuti Pelatihan Pengembangan Kerajinan Berbahan Dasar Kain Tenun Ikat Tradisional dan Pemasarannya
  • Menjadi fasilitator Pengrajin Tenun Dusun Sadap untuk mempromosikan dan menjual kain tenun pada pembeli
  • Mengajarkan tradisi Nenun kepada anak muda, pelajar, dan siapa saja yang mau untuk belajar Nenun

Hasil dari pelatihan dari WARLAMI (Perkumpulan Warna Alam Indonesia), kualitas kain tenun semakin bagus, lebih halus, dan motifnya menyesuaikan dengan permintaan pasar. Sehingga laku untuk dijual.

Melestarikan Tumbuhan Pewarna Alam


Karena Nenun menggunakan pewarna alam, oleh karena itu harus dilakukan pula Pelestarian Tumbuhan Pewarna Alam. Salah satu program dari FORCLIME (Forest and Climate Change Programme) adalah budidaya tanaman pewarna alam (rengat akar, rengat padi, dan mengkudu akar) di demplot dengan luas 1 ha. Bentuk pemanfaatannya adalah memanen tanaman pewarna secara lestari (sesuai kebutuhan), melakukan penanaman kembali, dan membersihkan segala jenis gulma yang ada di demplot tersebut.

Kebun Etnobotani


Kebun etnobotani adalah kebun koleksi tumbuh–tumbuhan (terdapat sekitar 160 individu tanaman)  yang dipergunakan sehari–hari oleh masyarakat etnis tertentu dengan berbagai pengetahuan pribumi dalam pemanfaatannya.  Dengan luas sekitar 3 Ha, masyarakat Dusun Sadap bebas memanfaatkannya dan berkewajiban untuk menjaga/melestarikannya.

Berlokasi di Dusun Sadap, Desa Menua Sadap, Kec. Embaloh Hulu, Kab. Kapuas Hulu, Kebun Etnobotani sudah dimiliki oleh Dusun Sadap sejak rumah betang Sadap berdiri, tapi belum pernah dipublikasikan atau dideklarasikan sebagai sebuah kebun etnobotani. Baru deh masyarakat Dusun Sadap inisiatif dan didukung oleh petugas Resort Sadap, Balai Besar TNBKDS untuk mendeklarasikan itu.

Tanaman yang tumbuh di Kebun Etnobotani di kelompokan seperti berikut:
  • Untuk pewarna alam ada rengat akar, rengat padi, mengkudu, engkerebai, tengkawang, belian, dll.
  • Untuk tumbuhan obat ada pasak bumi, langsat, tengkawang.
  • Untuk bahan kerajinan ada bemban, perupuk (pandan), bambu.
  • Untuk tumbuhan penghasil buah ada durian, langsat, cempedak, empakan, nangka.
  • Untuk tumbuhan bumbu masakan ada daun tubuk dan salam.
  • Untuk bahan komoditas lainnya ada aren, bambu, tengkawang.
  • Ada juga tanaman perkebunan seperti karet.
  • Dan juga tumbuhan kayu pertukangan seperti ulin/belian, meranti merah, dan pohon dipterocarpaceae lainnya.

Mendaur Ulang Sampah Menjadi Seni yang Dapat Dipakai


Sumber foto: Materi Presentasi Kak Novieta Tourisia

Selain Kak Margaretha Mala, ada kakak-kakak keren dari Cinta Bumi Artisans yang melestarikan kearifan leluhur, melakukan kerajinan tangan, dan menerapkan kreativitas sadar. Dengan cara mengedukasi dan penciptaan karya.

Untuk mengedukasi, Cinta Bumi Artisans melakukan lokakarya sandang berpewarna alami, kebun pewarna alami, penulisan, dan pengembangan komunitas. Sedangkan untuk menciptakan suatu karya melalui proses berikut:
  • Mindful materials
  • Nurturing + constructing ideas
  • Design process
  • Natural dyeing
  • Assembling + editing
  • Finding new home
  • Regrow (plant new seeds)

Jadi, dengan bahan yang ada, dipikirkan idenya, diproses, dan tidak lupa melestarikan tanaman yang dipakai untuk pewarna alami. Menghubungkan metode dan teknik pewarnaan alami tradisional dengan kontemporer.

Produk Cinta Bumi Artisans tidak hanya menggunakan pewarna alami dari kebun warnabhumi, limbah dapur, tumbuhan sekitar, traceable suppliers, tapi juga upcycled dari limbah kain, dan menggunakan kain serat alami, seperti kain dari kulit kayu, sutra, linen, katun, tencel/lyocell, rami, hemp, heritage cotton, organic cotton, cupro, serta serat nanas.

Sumber foto: Materi Presentasi Kak Novieta Tourisia

4 Langkah Utama Eco Printing


  • Scouring
Buka pori serat dan luruhkan lapisan kanji pada kain dengan mencuci kain menggunakan air panas dan sabun ramah alam seperti lerak, sabun minyak kelapa atau kemiri.

  • Mordanting
Proses memampukan serat kain agar bisa menyerap dan mengikat pewarna alami secara optimal. Ada beragam bahan mordant, yang umum digunakan: garam alum, tunjung, dan daun loba.

  • Ecoprinting
Proses pewarnaan dan cetak alami tumbuhan pada kain, kertas, maupun benang.

  • Finishing
Setelah proses ecoprint, kain diberi jeda 5-7 hari sebelum proses finishing dan bilasan terakhir.

Cara Eco Print



Bahan:
  • Calico Cotton Totebag yang sudah dimordant
  • Daun dan bunga kering yang bisa mewarnai, seperti daun jambu, ketapang, kesumba, serutan kayu secang, bunga, daun jati, kersen, harendong, bunga kenikir, kembang sepatu, mitir/marigold dll
  • Stik kayu untuk menggulung
  • Tali goni untuk mengikat gulungan

Peralatan untuk mengukus:
  • Kompor
  • Panci kukus (sebaiknya bukan panci yang biasa dipakai untuk memasak makanan)

Sumber foto: Materi Presentasi Kak Novieta Tourisia

Langkah-langkah eco print:
  • Basahi totebag dengan air bersih, lalu peras perlahan
  • Letakkan totebag secara rata pada alas
  • Desain dan susun daun/bunga pada setengah bagian totebag
  • Lipat dua sisi totebag yang sudah disusun daun/bunga
  • Susun daun/bunga pada sisi kain yang masih kosong
  • Gulung kain dengan erat menggunakan stik kayu yang diikat kencang dengan tali goni
  • Kukus/rebus gulungan kain selama 90-120 menit
  • Keluarkan gulungan kain dari panci, dan diamkan hingga dingin
  • Bersihkan kain dari daun/bunga (unbundling)
  • Beri jeda pada kain selama 5-7 hari sebelum dicuci dan dibilas (finishing)
  • Setelah berjeda, lakukan proses finishing dengan rendam kain dengan air hangat dan cuka 2 sdm
  • Lalu jemur dan setrika rapi

Penutup



Seneng banget deh bisa ikutan Online Gathering dengan tema kali ini. Karena selain bisa kenal serta terinspirasi dari Srikandi Pelestari Tradisi dan Konservasi, sebagai peminat sustainable fashion jadi ingin upgrade diri buat bikin eco print, belajar nenun dan mengadopsinya. Kalian juga ya! Biar tenun semakin lestari. Jadi tidak hanya batik saja yang identik dengan Indonesia, tapi juga tenun.

So, gimana cewek-cewek, dari sharing saya kali ini, sudah kepikiran kan mau bikin gebrakan apa di International Women's Day? Semoga sudah ya! Yuk, manfaatkan outfit fashion yang ada dan mendaur ulang sampah menjadi seni yang dapat dipakai! Karena sustainability bisa dicapai melalui upaya individu dan secara kolektif.

Info Pemesanan Tenun Suku Dayak Iban:
Margaretha Mala 081253492464

#BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku #TeamUpforImpact #EcoBloggerSquad #BanggaBuatanIndonesia @ecobloggersquad 

1 komentar:

  1. Salut banget sama kak Margaretha dan Kak Novieta bisa memberdayakan masyarakat dan komunitasnya sekaligus andil dalam pelestarian lingkungan.

    BalasHapus

Hehooo semuanya,

Terima kasih telah mampir di blog www.nisaahani.com. Semoga bermanfaat ya tulisannya. Di tunggu komentarnya. Dan sangat terima kasih kembali jika tidak meninggalkan link atau mengopi tulisan di blog ini tanpa izin. :)