Menyambut Hari Ibu yang ke 91, tahun ini Viva bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengadakan talk show dengan tema: Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. Karena perempuan saat ini, walaupun sudah cukup maju dibanding zaman penjajahan dahulu, tapi masih terkungkung akan stereotip sebagai makhluk lemah, hanya di rumah, tidak boleh mandiri, dan label lainnya yang akhirnya rentan terkena kdrt.
Gambar Bu Menteri KPPPA yang tidak bisa hadir |
Dengan narasumber Eko Bambang Subiantoro (Chief of Reserch Polmark dan Aliansi Laki-Laki Baru), Dr. Sri Danti Anwar (pakar gender), Diajeng Lestari (founder Hijup) kita jadi mendapat tambahan pandangan baru, bahwa perempuan itu bisa sama dengan laki-laki tanpa menghilangkan kodratnya.
------------------------------------------------------------------------------
Baca tulisan saya lainnya:
https://www.nisaahani.com/2019/11/apakah-plastik-bisa-untuk-kebaikan.html
https://www.nisaahani.com/2019/11/tips-cepat-dan-murah-dalam-belajar-bahasa-inggris.html
https://www.nisaahani.com/2019/10/Erlangga-Talent-Week-Membantu-Mengembangkan-Minat-dan-Bakat.html
https://www.nisaahani.com/2019/11/tips-cepat-dan-murah-dalam-belajar-bahasa-inggris.html
https://www.nisaahani.com/2019/10/Erlangga-Talent-Week-Membantu-Mengembangkan-Minat-dan-Bakat.html
----------------------------------------------------------------------------
Sekarang, perempuan boleh bekerja, perempuan boleh lebih bebas berbicara dan bertingkah laku asal bertanggung jawab, dan lain sebagainya. Walaupun belum seluruh masyarakat menerima sih ya. Masih saja banyak yang julit kalau ada seorang ibu bekerja, ada banyak pelabelan buruk jika perempuan pulang malam atau bertindak yang mungkin bagi laki-laki biasa aja, tapi tabu dilakukan perempuan, dll.
Jujur aja, pas acara ini, saya berasa punya teman. Karena selama ini, saya selalu berpikir, kenapa perempuan lebih dapat batasan. Seperti, mengurus anak itu tanggung jawab seorang ibu, ayah hanya mencari uang. What the... Padahal kan bikinnya berdua, terus kenapa hanya ibu yang mesti bertanggung jawab? Pemikiran yang seperti ini nih, jadi bikin kurang kuat bounding antara anak dengan ayah.
Lalu, ada pemikiran, perempuan ada umur batasan untuk menikah. Memang sih perempuan ada masa menopause, tapi kenapa itu menjadi batasan jika memang belum rezekinya menikah di usia muda?
Kemudian, ada pemikiran perempuan mesti bisa masak, mencuci, mengurus rumah dll. Terus laki-laki tidak harus bisa gitu? Apa jaminan laki-laki bisa bekerja, mencari uang yang banyak, langsung memberikan tempat tinggal dan kendaraan yang layak, melakukan pertukangan dll yang manly gitu? Gak semua langsung bisa sempurna kan? Kenapa gak saling belajar?
Hmmm...
Banyak lagi sebenarnya, menggebu-gebu akutu. Bawaannya mau nyerocos mulu. Apalagi kalau bahas laki-laki yang insecure jika berhadapan dengan perempuan yang jauh lebih mandiri. Kenapa laki-lakinya bukan upgrade diri malah merasa insecure?
Mba Diajeng, Founder Hijup, salah satu contoh perempuan yang mandiri saat ini |
Terus sebenernya saya lumayan tidak masalah sih dengan anggapan perempuan harus di rumah, laki-laki yang mencari nafkah. Karena setiap orang tuh punya rezekinya masing-masing. Bahkan jika istri tidak bekerja, rezeki istri akan dititipkan Allah ke suami, jadi tidak ada kekurangan. Kalaupun ada kekurangan, itu mungkin gaya hidup yang besar pasak daripada tiang atau adanya kurang rasa syukur.
Tapi saya agak risih dengan anggapan, perempuan jadi terbatas aktifitasnya jika sudah menikah. Tidak boleh ikut ini itu yang menambah kreatifitas, pengalaman atau hal lain yang bermanfaat. Dianggapnya perempuan hanya berurusan kasur, sumur, dapur aje.
Padahal kan, perempuan bisa diperbolehkan berwirausaha dari rumah/usaha yang tidak mengganggu kegiatan ibadah, bebenah, dan mendidik anak. Atau mengikuti kegiatan/kursus ini itu yang menambah pengetahuan perempuan yang sudah menikah. Lagian kan sekarang di era digital sudah ada kemudahan internet, bisa usaha atau kursus online.
Karena dengan mandirinya perempuan, selain menambah kualitas perempuan itu sendiri, bisa menambahkan keterampilan yang bisa digunakan jika (amit-amit) suami tidak lagi bisa menafkahi/meninggal atau jika suaminya sudah melakukan kdrt atau kedzaliman lainnya yang mengharuskan bercerai.
Jangan takut kesaing lah gitu menurut saya. Mari saling upgrade diri. Toh, perempuan sebenarnya tidak mau bersaing dengan laki-laki, kita cuma mau beriringan. Bersama saling jadi partner yang baik. Karena dengan kerjasama yang baik, tentu bukan hanya keluarga yang menjadi maju, tapi negara jadi bisa maju juga.
Setelah baca ini, lumayan paham kan ya apa yang diminta dari kesetaraan gender? Bukan untuk lebih tinggi, hanya ingin mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan tidak saling membatasi kecuali norma-norma yang ada.
Laki-laki boleh menangis, perempuan juga boleh mendapatkan kesempatan berdaya untuk berkarya. Semua punya kesempatan yang sama.
Itu aja dulu sih tulisan saya. Semoga menambah informasi dan membuka pemikiran kita semua untuk saling bekerjasama.
Salam,
Hani, yang ingin tetap berdaya dan berkarya walaupun nanti jika sudah menikah.